السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَركَاتُة
Dalam sebagian konflik rumah tangga, terkadang istrilah yang sering
merasa bersalah. Hal ini dikarenakan fitrah wanita yang lebih mendahulukan
perasaannya yang lembut. Sehingga mungkin kesalahan itu berasal dari suami
namun sang istri yang capek-capek berkaca (introspeksi diri). Dengan demikian
mana mungkin konflik akan selesai sedangkan sumber masalahnya tidak mau untuk
menyatakan bahwa dirinya keliru.
Artikel ini sekaligus untuk membuka hati nurani setiap suami
agar lebih berintrospeksi diri agar tercipta keluarga sakinah, mawaddah dan
warahmah. Sudah benarkah diri Anda wahai para suami? Keluarga yang diidam-idamkan
oleh setiap pasangan suami istri adalah keluarga yang bahagia dunia hingga
akhirat, bersatu padu dan bahu membahu untuk melewati masa didunia yang hanya
sebentar ini, mengalahkan hawa nafsu dan melakukan ketaatan-ketaatan
kepada-Nya.
Di bawah ini akan dikemukakan gambaran ringkas tentang kesalahan-kesalahan penting yang banyak dilakukan para suami:
*Tidak mengajarkan agama dan hukum syariat kepada Istri*
Disana, kita dapati banyak para istri yang tidak mengetahui bagaimana cara shalat yang benar, bagaimana hukum haidh dan nifas, bagaimana berperilaku terhadap suami secara syar’i, bagaimana mendidik anak secara Islam. Bahkan terkadang ada diantara para istri yang terjerumus ke dalam berbagai jenis kesyirikan.
Akan tetapi sayang, yang menjadi perhatian besar bagi sang istri adalah bagaimana cara memasak dan menghidangkan makanan tertentu, bagaimana cara berdandan yang cantik dan sebagainya. Tidak lain karena memang suami yang sering menuntut hal itu dari sang istri. Sedangkan masalah agamanya, tentang ibadahnya, tidak pernah ditanyakan oleh suami.
Disana, kita dapati banyak para istri yang tidak mengetahui bagaimana cara shalat yang benar, bagaimana hukum haidh dan nifas, bagaimana berperilaku terhadap suami secara syar’i, bagaimana mendidik anak secara Islam. Bahkan terkadang ada diantara para istri yang terjerumus ke dalam berbagai jenis kesyirikan.
Akan tetapi sayang, yang menjadi perhatian besar bagi sang istri adalah bagaimana cara memasak dan menghidangkan makanan tertentu, bagaimana cara berdandan yang cantik dan sebagainya. Tidak lain karena memang suami yang sering menuntut hal itu dari sang istri. Sedangkan masalah agamanya, tentang ibadahnya, tidak pernah ditanyakan oleh suami.
Tidak ragu lagi, ini adalah pengabaian suami terhadap kewajibannya memelihara keluarga dari api neraka. Padahal Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Qs At Tahrim:6)
Maka hendaknya suami tidak mengabaikan hal ini, karena mereka akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Dan hendaknya suami benar-benar berusaha mengajarkan agama kepada istrinya, baik dia lakukan sendiri atau dengan perantaraan-perantaraan yang lain. Dan diantara cara yang bisa ditempuh untuk mengajarkan agama kepada istri:
- Menghadiahkan buku-buku tentang Islam dan hukum-hukumnya, kemudian mempelajarinya dan mendiskusikannya bersama istri. Bisa juga memintanya untuk meringkas isi buku tersebut
- Mengajaknya menghadiri pengajian-pengajian yang disampaikan oleh orang yang berilmu
- Mengenalkannya kepada wanita-wanita shalihah, sehingga dia bisa bersahabat dan mengambil manfaat dari mereka.
- Membangun perpustakaan yang berisi buku-buku islam dirumah.(al- khadits misalnya)
- Memberikan hadiah khusus kepadanya jika mampu menghafal sebagian dari Al Qur’an atau hadits
- Dan sarana-sarana lain yang masih banyak.
*Mencari-cari kekurangan dan kesalahan istri*
Hendaknya seorang suami bersabar dan menahan diri dari kekurangan yang
ada pada istrinya, juga ketika istri tidak melaksanakan kewajibannya dangan
benar. Rasulullah Shalallahu’alaihi wasalam bersabda,
“Bersikap baiklah kepada para istri. Karena mereka tercipta dari
tulang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atas. Jika
kamu hendak meluruskannya niscaya kamu akan mematahkannya. Dan jika kamu
biarkan maka dia akan tetap bengkok. Maka bersikap baiklah kepada para istri.”
(Muttafaqun’alaih)
Hadits ini memiliki pelajaran yang sangat agung, diantaranya; meluruskan bengkoknya istri harus dengan lembut sehingga tidak mematahkannya, namun juga tidak dibiarkan saja karena jika dibiarkan dia tetap bengkok. Apalagi jika bengkoknya itu bisa menjalar menjadi kemaksiatan atau kemungkaran.
Dan ingatlah sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam,
“Janganlah seorang suami yang beriman membenci istrinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya.” (HR Muslim)
*Pemberian hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan istri*
Ini termasuk bentuk kezhaliman terhadap istri. Diantara bentuk hukuman yang zhalim itu:
Ini termasuk bentuk kezhaliman terhadap istri. Diantara bentuk hukuman yang zhalim itu:
- Menggunakan pukulan di tahap awal pemberian hukuman. Padahal Allah ta’ala berfirman,
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka.
”(Qs An Nisa’:34)
Maka tahapan yang benar adalah nasihat terlebih dahulu, kemudian pisah di tempat tidur, kemudian baru dengan pukulan yang bukan untuk menyakiti.
- Mengusir istri dari rumahnya tanpa ada pembenaran secara syar’i. Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang .” Qs Ath Thalaq:1
- Memukul wajah, mencela dan menghina. Ada seseorang yang datang bertanya kepada Rasulullah, apa hak istri atas suaminya? Beliau menjawab,
“Dia (suami) memberinya makan jika dia makan, memberinya pakaian jika dia berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-jelekkan dan tidak menghajr (boikot) kecuali di dalam rumah.” (HR Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
*Pelit dalam menafkahi istri*
Sesungguhnya kewajiban suami memberi nafkah kepada istri telah ditetapkan dalam al Qur’an, hadits dan juga ijma’. Allah berfirman:
Sesungguhnya kewajiban suami memberi nafkah kepada istri telah ditetapkan dalam al Qur’an, hadits dan juga ijma’. Allah berfirman:
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.” Qs Al-Baqarah:233
Istri berhak mendapat nafkah, karena dia telah membolehkan suaminya bersenang-senang dengannya, dia telah menaati suaminya, tinggal dirumahnya, mengatur rumahnya, mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Dan jika seorang istri mendapatkan suami yang pelit, bakhil, tidak memberi nafkah kepadanya tanpa ada pembenaran syar’i, maka dia boleh mengambil harta suami untuk mencukupi kebutuhannya secara ma’ruf (tidak berlebihan), meski tanpa sepengetahuan suami.
Dan bagi suami, hendaknya memperhatikan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasalam,
“Jika seorang muslim mengeluarkan nafkah untuk keluarganya, sedangkan dia mengharapkan pahalanya, maka nafkah itu adalah sedekah baginya.” (Muttafaq’alaih)
*Sikap keras, kasar, dan tidak lembut terhadap Istri*
Rasulullah shallallahu ’alahi wasalam telah bersabda:
Rasulullah shallallahu ’alahi wasalam telah bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”
(HR Tirmidzi, dishahihkan al Albani)
Maka hendaknya seorang suami berakhlak bagus terhadap istrinya, dengan bersikap lembut, dan menjauhi sikap kasar. Diantara bentuk sikap lembut seorang suami kepada istri seperti membahagiakan istri dengan canda-canda yang dibolehkan, berlomba dengan istrinya, menyuapi makanan untuk istrinya, memanggilnya dengan panggilan-panggilan mesra dan lain sebagainya.
*Kesombongan suami membantu istri dalam urusan rumah*
Ini adalah satu kesalahan yang mungkin banyak menjangkiti suami yang telah menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin dalam keluarga, yang harus ditaati. Bahkan ada di antara mereka yang menganggapnya sebagai bentuk kejantanan, sedangkan membantu pekerjaan rumah adalah suatu hal yang merusak kelaki-lakiannya.
Padahal, laki-laki yang paling utama, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak segan-segan membantu pekerjaan istrinya. Ketika ‘Aisyah ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dirumahnya, beliau menjawab,
“Beliau membantu pekerjaan istrinya. Dan jika datang waktu shalat, maka beliau pun keluar untuk shalat.” (HR Bukhari)
Ini adalah satu kesalahan yang mungkin banyak menjangkiti suami yang telah menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin dalam keluarga, yang harus ditaati. Bahkan ada di antara mereka yang menganggapnya sebagai bentuk kejantanan, sedangkan membantu pekerjaan rumah adalah suatu hal yang merusak kelaki-lakiannya.
Padahal, laki-laki yang paling utama, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak segan-segan membantu pekerjaan istrinya. Ketika ‘Aisyah ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dirumahnya, beliau menjawab,
“Beliau membantu pekerjaan istrinya. Dan jika datang waktu shalat, maka beliau pun keluar untuk shalat.” (HR Bukhari)
*Menyebarkan rahasia dan aib istrinya*
Nabi shallallahu’alaihi wasalam telah bersabda,
“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya, kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia istrinya.” (HR Muslim)
Nabi shallallahu’alaihi wasalam telah bersabda,
“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya, kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia istrinya.” (HR Muslim)
*Keterburu-buruan dalam menceraikan istri*
“Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Qs An Nisa:21)
“Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Qs An Nisa:21)
Oleh karena itu, islam menganggap perceraian adalah perkara besar yang tidak bisa diremehkan. Karena perceraian akan berbuntut kepada rusaknya rumahtangga, kacaunya pendidikan anak dan lain sebagainya. Maka sangat tidak pantas bagi seorang muslim untuk menceraikan istrinya, tanpa pembenaran yang bisa diterima.
Wahai suami yang mulia, sesungguhnya talak(perceraian) tidaklah disyariatkan dalam islam untuk dijadikan sebagai pedang yang dihunuskan ke leher para istri, sebagaimana diyakini oleh sebagian suami. Tidak pula disyariatkan untuk dijadikan sebagai sumpah dalam rangka menguatkan dan menegaskan berita, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Tidak pula untuk memuliakan tamu, atau untuk mendorong oranglain melakukan suatu hal atau meninggalkan sesuatu, sebagaimana biasa dilakukan sebagian orang ketika berbicara kepada temannya, “Akan aku ceraikan istriku kecuali engkau melakukan ini dan itu …” Maka ini adalah kesalahan dan penyimpangan besar dalam penggunaan yang disyariatkan ini.
Dan hendaknya kata-kata cerai itu tidak digunakan sebagai bahan canda atau mainan. Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam telah bersabda,
“Tiga perkara yang seriusnya adalah serius dan candanya adalah dinilai serius, yaitu; nikah, perceraian, dan rujuk.” (HR Abu Daud, at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai hasan oleh al-Albani)
Ketahuilah, sesungguhnya islam tidak lari dari berbagai kenyataan yang terjadi. Memang perselisihan antar suami istri kadang terjadi dan bisa mengarah kepada perceraian. Akan tetapi perceraian ini tidak boleh dijadikan sebagai langkah pertama dalam menyelesaikan perselisihan ini.
Bahkan harus diusahakan dengan berbagai cara terlebih dahulu untuk menyelesaikannya, sebelum melakukan perceraian. Maka janganlah seorang suami terburu atau tergesa-gesa dalam mencerai istrinya, karena kemungkinan besar dia akan banyak menyesal.
*Berpoligami tanpa memperhatikan ketentuan syariat*
Tidak ragu lagi bahwa menikah untuk yang kedua kali, ketiga kali dan
yang keempat kali merupakan salah satu perkara yang Allah syariatkan. Akan
tetapi yang menjadi catatan di sini bahwa sebagian orang yang ingin menerapkan
syariat ini atau yang memang benar telah menerapkannya, tidak memperhatikan
sikapnya yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban serta tanggung jawabnya
terhadap para istri. Terutama istri yang pertama dan anak-anaknya. Padahal
Allah subhanahu wata’ala telah berfirman,
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” Qs An Nisa: 3
Dan sikap semacam ini jelas bukan merupakan keadilan yang Allah perintahkan.
Wahai para suami yang mulia, sesungguhnya poligami memang benar merupakan syariat islam. Akan tetapi, jika seseorang tidak mampu melaksanakannya dengan baik, tidak memenuhi syarat-syaratnya atau tidak bisa memikul tanggung jawabnya, hal ini hanya akan merusak rumah tangga, menghancurkan anak-anak dan akan menambah permasalahan keluarga dan masyarakat.
Maka ukurlah akibatnya, perhatikan dengan seksama perkaranya, sebelum masuk kedalamnya. Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui kapasitas dirinya.
*Lemahnya kecemburuan*
Inilah salah satu penyakit yang sangat disayangkan telah banyak tersebar
dikalangan kaum muslimin. Sangat banyak sekali para suami yang membiarkan
keelokan, keindahan dan kecantikan istrinya dinikmati oleh banyak orang. Dia
membiarkan istrinya menampakkan auratnya ketika keluar rumah, membiarkannya
berkumpul-kumpul dengan lelaki lain. Bahkan ada sebagian orang yang merasa
bangga jika memiliki istri cantik yang bisa dinikmati oleh siapa saja yang
melihatnya. Padahal seorang wanita di mata islam adalah makhluk yang sangat
mulia, sehingga keindahan dan keelokkannya hanya diperuntukkan bagi suaminya
saja, tidak diumbar kemana-mana.
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istri, tidak akan membiarkan istrinya berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahram. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalam bersabda,
“Ditusuknya kepala seorang lelaki dengan jarum dari besi lebih baik daripada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.”
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istri, dia akan memperhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Janganlah kalian masuk menemui para wanita.” Lalu seorang Anshar berkata, wahai Rasulullah, bagaimana dengan al-hamw(kerabat suami)?Beliau mengatakan, “Al hamwu adalah kematian.”(Muttafaqun’alaih)
Perhatikan juga ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarga (istri)nya. Beliau bersabda:
“Tiga golongan manusia yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat; seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan ad-dayyuts.” (HR An Nasa’i, dinilai hasan oleh Al Albani, lihat Ash Shahihah:674)
Dan yang dimaksud dengan ad-dayyuts adalah laki-laki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarganya.
Jika Anda termasuk mempunyai salah satu atau bahkan lebih kesalahan-kesalahan diatas, maka segeralah taubat. Laksana istrimu yang dengan mudahnya mengulurkan tangan dengan penuh senyuman untuk meminta maaf, hendaknya dirimu wahai para suami meneladaninya, menekan rasa egomu, dan katakan “Maafkan kesalahanku selama ini, Duhai sayangku.” Maka badai yang menerjang biduk kapal rumah tanggamu laksana tergantikan dengan semilir angin sepoi yang membawanya ke dermaga cinta. Segala masalah bisa hilang begitu saja, dengan ucapan itu. Sungguh beruntunglah wahai istri yang memiliki suami penuh dengan kerendah hatian seperti itu.
Wallahu a’lam.
Baca juga:
0 comments:
Posting Komentar